Konklaf, Medici, dan Reformasi Kepausan
🌍 DAYAK TODAY | JAKARTA: Di balik jubah merah dan red biretta para kardinal elector. Ditingkah bunyi litani doa yang mengalun di Vatikan, sejarah panjang kepausan menyimpan catatan kelam tentang intrik, uang suap, dan nepotisme.
Giovanni de Medici yang menjadi kardinal di usia belia dan kelak menjelma Paus Leo X. Ia adalah contoh nyata bagaimana garis darah dan pengaruh keluarga bisa melesatkan seseorang ke tampuk kekuasaan rohani tertinggi. Ia bukan satu-satunya.
Yang sempurna bisa datang dari yang tidak sempurna
Pemilihan paus kerap berlangsung tak ubahnya transaksi politik, seperti saat Julius II membeli suara untuk naik takhta pada 1503, memantik gelombang skandal di tubuh Gereja.
Baca Konklaf | Asal usul dan Sejarahnya Masa ke Masa (1)
Baru di era Paus Pius IV reformasi struktural digagas lewat konstitusi In Eligendis, membentuk panitia netral dalam konklaf demi menahan laju dominasi satu faksi.
Tapi perubahan ini pun lahir dari tekanan sejarah, dari kenyataan bahwa jabatan suci kerap direngkuh lewat cara-cara duniawi. Roma, kota suci, ternyata juga panggung kekuasaan yang tak kalah hiruk dari istana politik.
Pada tahun 1492, Lorenzo de’ Medici—sang “Il Magnifico”—menulis sepucuk surat kepada putra bungsunya, Giovanni de Medici, yang saat itu telah diangkat sebagai kardinal meski baru berusia tiga belas tahun. Surat itu bukan sekadar nasihat kebapakan, melainkan juga renungan spiritual yang dalam.
“Jangan pernah alpa untuk selalu waspada bahwa ini semua bukan karena usahamu, bukan kebijaksanaanmu, bukan pula kehendakmu… Ini semata-mata karena Tuhan.”1 Dalam tulisannya, Lorenzo memperingatkan tentang bahaya moral yang mengintai di Roma, kota yang ia sebut sebagai “sarang semua kejahatan.”
Surat tersebut menyiratkan ketegangan antara harapan akan kesucian jabatan gerejawi dengan kenyataan bahwa jabatan itu sering diperoleh lewat koneksi politik.
Baca Michelangelo | Ketika Jemari Pemahat Menyentuh Ujung Surga
Giovanni sendiri adalah bukti dari sistem nepotisme yang lazim di kalangan elite Gereja pada masa Renaisans. Takdir kemudian menjadikannya Paus Leo X (1513–1521), pemimpin Gereja yang akan menjadi sasaran kritik keras dari Martin Luther dalam awal Reformasi Protestan.
Beberapa tahun sebelum Giovanni naik takhta, konklaf 1503 menjadi sorotan karena dipenuhi praktik suap dan janji politik.
Giuliano della Rovere, yang terpilih menjadi Paus Julius II, diyakini memenangkan suara para kardinal lewat iming-iming imbalan dan kekuasaan.2
Latar konklaf dari pengalaman sejarah
Meskipun Julius II menerbitkan bulla pada 14 Januari 1505 yang menegaskan bahwa pemilihannya “bersih dari segala bentuk suap”, pengakuan resmi ini justru menguatkan kecurigaan akan adanya kecurangan.
Baca Papabili
Praktik seperti inilah yang kemudian mendorong para pembaru dalam Gereja untuk merumuskan aturan-aturan baru dalam tata cara konklaf.
Salah satu tonggak reformasi muncul dari Paus Pius IV (1559–1565). Melalui konstitusi In Eligendis, ia memperkenalkan prinsip congregatio particularis, yakni pembentukan panitia khusus berisi tiga kardinal dari masing-masing golongan serta seorang Camerlengo untuk memimpin sementara selama konklaf berlangsung.3
Ini adalah bentuk awal dari sistem check-and-balance dalam pemilihan paus, sekaligus cara untuk mengurangi dominasi satu faksi terhadap hasil konklaf.
Reformasi seperti ini tidak lahir dari ruang hampa. Ia merupakan respons atas realitas keras: bahwa dalam sejarah Gereja, roh dan daging kerap berkonflik.
Jabatan tertinggi dalam kekristenan Latin tidak selalu diperoleh melalui doa dan kebajikan, tetapi melalui negosiasi, warisan keluarga, dan sering kali—uang. Roma, kota para rasul, juga menjadi panggung drama kekuasaan yang tidak kalah dari istana-istana raja.
Tulus membersihkan sistem dan reformasi internal
Gereja Katolik, dengan segala beban sejarahnya, tahu bahwa kritik dari luar hanya akan bermakna jika bertemu dengan kesediaan untuk berubah dari dalam. Dan perubahan dari dalam, terutama dalam tubuh yang besar dan tua, tidak pernah mudah—tapi bukan tidak mungkin.
Sejarah mencatat luka-luka Gereja: penyalahgunaan kuasa, perdagangan indulgensi, relasi gelap antara altar dan istana, hingga skandal kontemporer yang mencoreng martabat umat. Namun sejarah juga mencatat adanya upaya tulus untuk membersihkan sistem itu dari dalam.
Konsili Trente (1545–1563) muncul sebagai respons atas kegelisahan umat yang tak lagi bisa dibungkam. Paus Yohanes XXIII membuka jendela Gereja melalui Konsili Vatikan II, membiarkan angin zaman masuk bukan untuk menyesuaikan ajaran, tetapi menyegarkan cara pewartaan. Ini bukan bentuk menyerah pada tekanan zaman, melainkan keberanian untuk menatap cermin dan mengakui bahwa reformasi spiritual tidak bisa ditunda.
Dan terkadang, gema moral datang dari tempat yang tak terduga. Lorenzo de’ Medici, simbol kekuasaan dan patronase yang tak jarang mempraktikkan nepotisme, berkata pada putranya yang kelak menjadi Paus Leo X: “Ingat, kamu bukan hanya putraku, tapi hamba Gereja.”
Kata-kata itu, walau lahir dari mulut seorang yang terlibat dalam sistem yang bobrok, tetap mengandung cahaya. Sebab bahkan dalam struktur yang cacat, suara nurani bisa muncul—dan kadang, justru dari dalam. Gereja yang besar dan berumur panjang itu, walau terluka, tetap memiliki daya hidup yang tak mudah padam. Karena ia belajar bukan hanya untuk membela diri, tapi juga membersihkan diri.
Namun sejarah juga mencatat adanya upaya tulus dari dalam untuk membersihkan sistem. Kata-kata Lorenzo kepada putranya, walaupun ia sendiri bagian dari sistem nepotisme itu, tetap memiliki gema moral yang kuat: “Hiduplah suci, berilah teladan, dan hormatilah kehidupan.”1
Yang sempurna bisa datang dari yang tidak sempurna
Historia docet - sejarah mengajarkan, jika kita mau menjadikannya guru yang baik.
Kini kita dapat melihat dinamika antara rahmat dan kekuasaan dalam sejarah kepausan sebagai pelajaran: bahwa pemilihan pemimpin rohani tertinggi dalam Gereja Katolik harus selalu kembali pada prinsip utama: pemilihan yang berdasarkan kehendak Allah, bukan hasrat duniawi manusia.
Bahwa con clavus —terkuncinya para kardinal dalam Domus Sanctae Martae— bukan sekadar ritual kuno yang berulang dalam setiap konklaf.
Konklaf adalah simbol keterasingan dari dunia luar, keheningan yang disengaja agar telinga batin para kardinal lebih peka pada bisikan dari atas.
Di Kapel Sistina, di bawah tatapan Michelangelo yang muram dan penuh makna, mereka memikul beban sejarah, iman, dan masa depan Gereja. Di sana, di antara dupa dan doa yang tertahan, terselip satu pengakuan yang tak tertulis: bahwa yang ilahi sering datang melalui saluran yang manusiawi.
Baca Kardinal Richelieu | Ketika Kuasa Kaisar dan Gereja Kawin-mawin
Konklaf adalah bagian dari sejarah panjang Gereja dan metanoia. Suatu pertobatan institusional: keberanian untuk mengakui bahwa praktik-praktik lama, seberapa sakral pun tampaknya, bisa keliru. Dan bahwa sistem, betapa agung pun bangunannya, tetap perlu diperbarui, ditegur, bahkan ditinggalkan jika menjauhkan dari Roh yang hidup.
Maka, pemilihan seorang Paus bukan sekadar keputusan politik Gereja, tapi juga proses rohani yang getir. Ia menyatukan sejarah kekeliruan dan harapan, dosa dan rahmat.
Di sana, dunia diajak menyaksikan paradoks iman: bahwa Yang Sempurna bisa datang dari proses yang tak sempurna.
Dan, barangkali, memang hanya bisa lewat jalan itu.
Daftar Pustaka
-
Duffy, Eamon. Saints and Sinners: A History of the Popes. Yale University Press, 2006.
-
Pastor, Ludwig. History of the Popes: From the Close of the Middle Ages. London: Kegan Paul, Trench, Trübner & Co., 1898.
Putra, Masri Sareb. Iman & Akal Paus Benedictus XVI, (Nusa Indah) 2027, halaman 70 - 71.
-
Walsh, Michael. The Conclave: A Sometimes Secret and Occasionally Bloody History of Papal Elections. Canterbury Press, 2003.
-
Vatican Archives. Constitutiones Pontificiae in Conclavi Observandae. Vatikan.
Footnotes
-
Lorenzo de' Medici, Surat kepada Giovanni de Medici, 1492.
-
Ludwig Pastor, History of the Popes: From the Close of the Middle Ages, Vol. 6, London: Kegan Paul, Trench, Trübner & Co., 1898.
-
Konstitusi In Eligendis, Paus Pius IV, 1562.