Tahap II Pemilihan Paus | Kapel Sistina di bawah Lukisan Agung Michelangelo
Kapel Sistina di bawah Lukisan Agung Michelangelo by AI. |
🌍 DAYAK TODAY JAKARTA: Di dalam Kapel Sistina. Di bawah langit-langit agung yang dipenuhi bisikan abadi lukisan Michelangelo, para kardinal satu per satu mengambil tempatnya.
Langkah-langkah mereka lirih. Seolah-olah takut membangunkan kenangan-kenangan tua yang bersembunyi di dinding-dinding itu.
Di atas kursi-kursi kecil yang tersusun rapi, tertera nama masing-masing kardinal sebagai tanda kehadiran sekaligus beban panggilan yang kini mesti mereka pikul.
Baca Mengenal Tata Cara dan 10 Tahap Pemilihan Paus | Para Kardinal Sedunia Bertemu dalam Konklaf (1)
Ballot - kertas suara bisu tapi bersuara lantang
Masing-masing kardinal menggenggam selembar kertas kecil — sederhana, nyaris tak berarti di tangan, namun kini mengandung kekuatan yang akan mengubah arah sejarah Gereja dan dunia.
Dalam lembaran itu, suara hati akan dituangkan, setelah pergulatan panjang antara nalar, iman, dan bisikan Roh Kudus.
Sebelum suara pertama ditorehkan, upacara sumpah dilantunkan. Satu persatu, para kardinal berdiri, mengangkat tangan, dan mengucapkan janji suci: merahasiakan segalanya yang mereka lihat, dengar, dan rasakan di dalam ruangan suci ini.
Konklaf bukan sekadar pengurungan tubuh dari dunia luar; ia adalah pengurungan lidah dari gosip, pengurungan hati dari kepentingan diri.
Baca The Two Popes
Di tengah senyap yang berat, terasa hampir seperti ada napas malaikat berdesir di antara tiang-tiang marmer. Para kardinal menundukkan kepala, masing-masing masuk ke dalam percakapan sunyi dengan dirinya sendiri, sebelum akhirnya harus berani berbicara lewat secarik kertas itu.
Pada secarik kertas kecil, yang disebut ballot, tertulis dengan tangan, dalam Latin yang kuno dan suci: Eligo in Summum Pontificem R.D. Meum: D. Card. xxxx.
Aku memilih sebagai Paus Tertinggi: Yang Mulia Kardinal xxxx.
Seorang kardinal menuliskan nama Paus pilihannya, bukan namanya sendiri. Karena di ruang paling sunyi dari kekuasaan, seseorang tak memilih dirinya. Ia harus menunjuk yang lain, yang tak bisa ia kendalikan sepenuhnya. Maka pemilihan itu menjadi doa: semacam penyerahan.
Dalam pemilihan Paus, yang dipilih tak pernah tahu apakah ia akan terpilih. Dan yang memilih, tak boleh berharap menjadi yang dipilih.
Kardinal harus memilih kardinal lain
Kardinal harus memilih kardinal lain menjadi paus, bukan dirinya sendiri!
Di luar, dunia menanti. Tapi di dalam, waktu seperti berhenti. Hanya ada doa, pergumulan, dan secercah harap: semoga Roh Kudus benar-benar memimpin tangan yang menulis, menuntun hati yang memilih.
Di bawah mata para nabi dan rasul yang terpahat dalam warna, di bawah tatapan Adam yang bersentuhan dengan jemari Allah, sejarah sekali lagi mengetuk pintu.
Baca Papabili
Dan dalam kesunyian agung itu, suara-suara kecil mulai mengukir takdir besar.
-- Masri Sareb Putra