Tahap III Pemilihan Paus | Suara Tuhan dalam Silentium Magnum Domus Sanctae Marthae

Paus, kardinal, Gereja, Katolik, Domus Sanctae Marthae, silentium magnun, balot,martir, Michelangelo Buonarroti, Sistine Chapel

 

Tahap III Pemilihan Paus
Domus Sanctae Marthae (rumah Santa Marta) tempat para kardinal menginap selama Konklaf berlangsung. Visualisasi by AI.

🌍 DAYAK TODAY   JAKARTA: Ada sesuatu yang aneh tentang sunyi: ia bukan kekosongan. Ia bukan ketiadaan. Sunyi adalah jarak yang diciptakan manusia. Agar sesuatu yang lebih besar dapat mengambil tempat.


Di Vatikan, di jantung Kapel Sistina. 

Keheningan itu dibangun dengan amat cermat. Seperti seorang maestro menyusun simfoni tanpa satu pun nada terdengar. Atau bagai Michelangelo Buonarroti  seniman besar Renaisans yang mengukir sejarah dengan mahakaryanya di Kapel Sistina (Sistine Chapel) bukan dengan pahat, melainkan dengan kuas kesunyian.

Baca Tahap II Pemilihan Paus | Kapel Sistina di bawah Lukisan Agung Michelangelo

Para Kardinal mulai berdatangan ke penginapan Domus Sanctae Marthae selama konklaf berlangsung. Mereka mengenakan jubah merah darah—warna keberanian dan pengorbanan (martir). Mereka bukan hanya berkumpul untuk memilih Paus baru. Mereka memasuki sebuah medan yang lebih tua dari kekuasaan, lebih dalam dari politik: medan silentium magnum.

Silentium magnum: keheningan besar, tempat semua kata menyerah, tempat semua kehendak manusia dilucuti perlahan. Setiap kardinal membiarkan dirinya menjadi kosong—seperti ruang kosong dalam altar—agar kekuatan dari atas datang mengisi. Mereka tidak berbicara kepada siapa pun, bahkan tidak kepada diri mereka sendiri. Mereka tidak boleh menjadi pembisik bagi diri mereka sendiri.

Di dunia yang hiruk-pikuk ini, diam barangkali terasa aneh. Namun konklaf mengajarkan: sunyi bukanlah ketidakpedulian, melainkan bentuk tertinggi keterjagaan.

Ketika pintu-pintu Kapel Sistina dikunci, bukan hanya dunia yang ditutup. Yang dikunci adalah seluruh hasrat manusia untuk campur tangan. Konklaf, dari kata cum clave—"dengan kunci"—mengikat para kardinal dalam satu aturan tak tertulis: menyerahkan hasilnya kepada sesuatu yang bukan lagi milik mereka.

Baca Mengenal Tata Cara dan 10 Tahap Pemilihan Paus | Para Kardinal Sedunia Bertemu dalam Konklaf (1)

Para kardinal menginap di Domus Sanctae Marthae—sebuah rumah tamu di tengah negara sekecil telapak tangan. Namun tempat itu bukan hanya tempat tidur dan mandi; ia adalah perpanjangan dari ruang batin. Setiap langkah di lorong-lorong sunyi itu adalah langkah ke dalam diri sendiri. Setiap tarikan napas di ruang sempit itu adalah pengakuan diam-diam bahwa kekuasaan yang mereka pilih bukan berasal dari mereka.

Sunyi ini, sesungguhnya, bukan hanya ritual. Ia lahir dari sejarah.
Pada tahun 1503, Paus Julius II dipilih di tengah bayang-bayang campur tangan hegemoni duniawi. Kekuasaan dunia mengulurkan tangan ke dalam altar—dan luka itu tetap menganga dalam ingatan Gereja.

Maka Gereja belajar. Ia membentuk perlindungan.
Konstitusi Ubi Periculum, dipertegas dalam Ne Romani, mengacu pada Konsili Wina 1311, mewajibkan konklaf diadakan tanpa intervensi luar. Pada 20 Januari 1904, Pius X melalui bulla Commissum Nobis menutup jalan campur tangan pemerintah dunia. Sunyi dijadikan benteng. Diam dijadikan perisai.

Sempurnanya tata cara pemilihan paus, di mana setiap kardinal independen, merahasiakan semua yang diinderai, muncul dari pengalaman. Konstitusi Ubi Periculum yang dipertegas Ne Romani, yang mengacu pada Konsili Wina 1311, mengatur bahwa selama sede vacante, para kardinal mengadakan konklaf tanpa intervensi dunia luar. 

Pada 20 Januari 1904, Pius X dalam bulla Commissum Nobis melarang keras pemerintah duniawi campur tangan dalam pemilihan paus. Ini untuk menghindari apa yang pernah sekali terjadi dalam sejarah: pada tahun 1503, Paus Julius II terpilih berkat hegemoni politik yang masuk ke ruang suci.

Baca Papabili

Atas pengalaman sejarah itulah, pemilihan Paus menjadi sempurna. Sempurna bisa datang melalui jalan yang tidak sempurna. Asalkan manusia mengakui kekurangan dan kesalahannya. Dan dengan sadar menyempurnakannya.

Itulah: metanioa. Pertobatan yang sesungguhnya. Yakni tindakan-nyata manusia berbalik ke jalan kebenaran.

Jakarta, 29 April 2025

LihatTutupKomentar