Kardinal
Seorang cardinal eletctor memasukkan ballot (surat suara) pemilihan paus ke dalam calice/piala. Visualisasi by: AI berdasarkan perintah. |
🌍 DAYAK TODAY | JAKARTA: Dalam hierarki yang sunyi, namun sakral dari Gereja Katolik. Ada jenjang yang unik. Tak selalu dipahami oleh semua orang Katolik. Apalagi mereka yang melihat dari luar: kardinal.
Gelar kardinal bukan tahbisan. Tidak pula sekadar gelar kehormatan. Ia adalah panggilan yang datang dari inti kekuasaan rohani Gereja, namun juga dari kesunyian batin manusia yang bersedia menanggung beban keputusan yang menyentuh takdir banyak jiwa.
Baca Kekuasaan dalam Konklaf | Memilih Servus Servorum Dei
Kardinal: etimologi dan asal usul
Dahulu, kata cardinalis merujuk kepada imam yang terikat secara permanen pada sebuah gereja.
Dalam masyarakat Kristen awal di Roma, para imam itu menjadi poros, engsel —cardo dalam bahasa Latin— bagi kehidupan gerejani. Seperti halnya pintu yang bergerak karena engsel, gereja juga bergerak karena para pemikul tanggung jawab yang setia dan tak tampak.
Kardinal, pada mulanya, adalah mereka yang ditugaskan di wilayah tertentu Roma. Kota suci itu dibagi ke dalam tujuh daerah, masing-masing dilayani oleh diakon untuk mengurus kaum miskin. Dari pelayanan yang konkret dan rendah hati itu, tumbuh panggilan luhur menjadi pembantu Paus—pemimpin universal Gereja Katolik.
Baca Papabili
Zaman berubah. Kekristenan menjelma menjadi lembaga dunia, dengan pusat kuasa dan struktur kompleks. Maka Paus memanggil para uskup dari daerah-daerah strategis untuk menjadi kardinal. Mereka bukan lagi sekadar pengurus wilayah, tetapi penasihat utama, pembentuk keputusan, dan pemilih Paus baru jika takhta Petrus kosong.
Meski sebagian besar kardinal adalah uskup, Paus tetap bebas memilih imam biasa, bahkan yang belum menjadi uskup, untuk diangkat menjadi kardinal.
Kardinal John Henry Newman dan Avery Dulles adalah contohnya. Keduanya tetap imam, namun memanggul warna merah darah kardinal. Warna itu bukan untuk kemegahan, tapi sebagai peringatan: bahwa ia siap menumpahkan darah, jika diperlukan, demi iman dan Gereja.
Hingga hari ini, tugas utama para kardinal tetap sama: mendampingi Paus dalam mengurus Gereja universal. Kadang secara kolektif, kadang pribadi. Mereka adalah "kolegiat istimewa", seperti tertulis dalam Codex Iuris Canonici, hukum dasar Gereja Katolik.
Toh para kardinal, tak kebal. Tak sakral dalam dirinya. Jabatan itu bisa dicabut. Karena kardinal bukan status kekal, melainkan panggilan untuk melayani.
Pada akhirnya, menjadi kardinal bukan soal jabatan, tapi soal keberanian. Menjadi dekat pada kekuasaan yang spiritual, namun juga memikul resiko sunyi dari pilihan yang tak selalu populer.
Dalam satu doa yang disampaikan Paus kepada seorang kardinal yang baru diangkat, tersimpan makna dari segala hal ini.
Di sana tertulis sebuah pengingat. Bahwa merah jubah mereka bukan sekadar warna, tapi sumpah: untuk tetap setia, bahkan sampai darah yang terakhir.
Tiga Tingkatan Kardinal dalam Gereja Katolik
Dalam struktur Gereja Katolik, para kardinal terbagi dalam tiga tingkatan utama: 1) Kardinal Uskup, 2) Kardinal Imam, dan 3) Kardinal Diakon.
Meskipun ketiganya memiliki gelar "kardinal," masing-masing memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda dalam kehidupan Gereja.
1. Kardinal Uskup (Cardinal Bishops)
Kardinal Uskup merupakan tingkatan tertinggi dalam hierarki kardinal. Mereka biasanya ditunjuk untuk memegang salah satu dari tujuh keuskupan suburbikaria di sekitar Roma. Selain itu, Paus dapat "mengkooptasi" kardinal tertentu ke dalam tingkatan ini, termasuk patriark dari Gereja Katolik Timur. Kardinal Uskup memiliki peran penting dalam pemerintahan Gereja, termasuk memimpin konklaf untuk memilih Paus baru. Saat ini, jumlah Kardinal Uskup sangat terbatas, dan mereka menduduki posisi penting dalam Kuria Romawi.
2. Kardinal Imam (Cardinal Priests)
Kardinal Imam adalah kelompok terbesar di antara para kardinal. Mereka umumnya adalah uskup yang memimpin keuskupan-keuskupan penting di seluruh dunia. Gelar ini menghubungkan mereka dengan gereja-gereja tituler di Roma, sebuah tradisi yang mencerminkan ikatan historis antara keuskupan lokal dan Tahta Suci. Beberapa Kardinal Imam juga menjabat di posisi penting dalam Kuria Romawi.
3. Kardinal Diakon (Cardinal Deacons)
Kardinal Diakon biasanya adalah pejabat tinggi di Kuria Romawi atau diplomat Tahta Suci. Mereka dapat berasal dari kalangan imam yang belum ditahbiskan sebagai uskup, meskipun saat ini sebagian besar telah menerima tahbisan episkopal. Setelah sepuluh tahun, seorang Kardinal Diakon dapat memilih untuk naik ke tingkatan Kardinal Imam.
Dalam konklaf, Kardinal Diakon senior memiliki peran penting, seperti mengumumkan terpilihnya Paus baru kepada umat.
Baca Mungkinkah Paus dari Timur?
Ketiga tingkatan kardinal ini mencerminkan struktur dan fungsi yang kompleks dalam Gereja Katolik, di mana setiap kardinal, terlepas dari tingkatan mereka, berperan dalam mendukung Paus dan memimpin umat Katolik di seluruh dunia.
Kardinal saat ini dan usia mereka
Hingga 21 April 2025, jumlah total kardinal dalam Gereja Katolik adalah 252 orang. Dari jumlah tersebut, 135 kardinal berusia di bawah 80 tahun dan memenuhi syarat untuk memilih Paus baru dalam konklaf yang dijadwalkan dimulai pada 7 Mei 2025. Namun, dua kardinal telah mengundurkan diri dari partisipasi, sehingga jumlah pemilih yang diperkirakan hadir adalah 133 orang .
Sebanyak 117 kardinal lainnya berusia di atas 80 tahun dan tidak memiliki hak suara dalam konklaf, sesuai dengan ketentuan apostolik Universi Dominici Gregis yang menetapkan bahwa hanya kardinal yang belum mencapai usia 80 tahun pada saat takhta Petrus kosong yang dapat berpartisipasi dalam pemilihan Paus
Menariknya, dari 135 kardinal yang memenuhi syarat untuk memilih, 108 di antaranya diangkat oleh Paus Fransiskus selama masa kepemimpinannya, mencerminkan pengaruhnya yang signifikan terhadap arah dan masa depan Gereja Katolik.
Kategori Usia | Jumlah Kardinal | Hak Suara dalam Konklaf |
---|---|---|
Di bawah 80 tahun | 135 | Ya |
80 tahun ke atas | 117 | Tidak |
Total | 252 |
Catatan:
Hingga 21 April 2025, terdapat 252 kardinal, dengan 135 di antaranya berusia di bawah 80 tahun dan memenuhi syarat untuk memilih Paus dalam konklaf yang akan dimulai pada 7 Mei 2025.
Selain itu, berikut adalah distribusi kardinal berdasarkan negara dengan jumlah tertinggi:
Negara | Jumlah Kardinal | Kardinal Pemilih |
---|---|---|
Italia | 51 | 17 |
Amerika Serikat | 17 | 10 |
Spanyol | 13 | 5 |
Konklaf tahun 2025 ini akan menjadi yang terbesar dalam sejarah modern Gereja, dengan jumlah pemilih melebihi batas nominal 120 orang yang ditetapkan dalam Universi Dominici Gregis. Namun, batas ini telah dilampaui dalam beberapa kesempatan sebelumnya, dan kali ini secara resmi diakui oleh Takhta Suci bahwa semua 133 kardinal yang hadir memiliki hak untuk memilih.
Para kardinal yang berusia di atas 80 tahun, meskipun tidak memiliki hak suara, tetap memainkan peran penting dalam kehidupan Gereja. Mereka sering menjadi penasihat spiritual dan teologis, serta berkontribusi dalam diskusi dan refleksi yang membentuk arah Gereja di masa depan.
Dengan jumlah dan keberagaman yang ada, konklaf ini mencerminkan dinamika dan kompleksitas Gereja Katolik saat ini, serta tantangan dan harapan yang dihadapi dalam memilih pemimpin baru yang akan memandu umat Katolik di seluruh dunia.
Riset oleh : Rangkaya Bada
Dinarasikan : Redaksi dayaktoday.com