Pernikahan China-Dayak (2)
![]() |
Pernikahan China-Dayak. Ilustrasi by Grok Ai. |
🌍 DAYAK TODAY | SEKADAU: Orang Dayak yang saat itu hidup terisolasi di kampung-kampung pedalaman saat melihat orang Tiongkok yang memiliki teknologi maju membuat mereka kagum.
Beberapa Dayak orang yang tertarik kemudian mendatangi mereka untuk melihat sehingga kemudian terjadi interaksi.
Baca Pernikahan China-Dayak (1)
Interaksi
semakin intens dari waktu ke waktu membuat mereka saling mengunjungi, rangkaian
peristiwa ini kemudian membuat terjadinya perkawinan antara wanita Dayak dan
Pria Tiongkok. Meski tidak semua pria Tiongkok menikah karena sebagian sudah
memiliki istri di kampung halaman. Tetapi demikian seringpula terjadi kasus
poligami, dimana selain Pria Tiongkok yang sudah memiliki istri di kampung
halaman tetapi memiliki istri di Kalimantan Barat. Poligami bukan menjadi
masalah besar pada masa itu. Memiliki dua orang istri untuk pria yang sudah “sukses”
secara ekonomi menjadi hal biasa meski banyak juga tidak mau melakukan
poligami.
Pernikahan
yang terjadi nyaris tidak menimbulkan pergesekan budaya karena umumnya orang
Hakka adalah petani selain penambang tentunya. Sehingga wanita Dayak bisa
membantu dalam menggarap lahan pertanian. Selain itu pada masa itu tidak kenal
istilah “agama.” Karena orang Dayak masih menganut anismisme dan shamanisme. Semua
pernikahan berdasarkan perasaan suka (cinta). Selama ini tidak pernah ada
catatan terjadi perang atau perkelahian antara mereka karena masalah wanita
tetapi tetap terjadi pergesekan dalam perebutan wilayah.
Baca Kalimantan, Sapi Perah Republik yang Terlupakan? (In-depth reporting)
Kelebihan
Orang Tiongkok dengan kemampuan dibidang teknologi membuat semua wanita Dayak
yang menikah dijadikan wanita Tionghoa karena mereka dibawa ke kampung China
dimana mereka belajar budaya dan adat istiadat serta agama. Orang Tiongkok
sangat toleransi dalam hal agama mereka juga bisa menerima unsur agama asli Dayak
selama bisa berasimilasi. Bagi orang Tiongkok tidak menjadi masalah mereka
menerima unsur agama lokal untuk menjadi bagian dari kepercayaan mereka. Saya
pribadi meyakini bahwa Tatung adalah hasil asimilasi budaya antara China dan
Dayak karena Tatung hanya terdapat di Kalimantan Barat tidak di tempat lain.
Perkawinan
antara Tionghoa Dayak jelahirkan generasi yang disebut Pan Tong La yang artinya
orang Separuh Cina. Tetapi Pan Tong La itu sendiri menjadi kabur karena
terjadinya asimilasi budaya yang erat. Karena generasi Tionghoa Kalimantan
Barat hasil kawin campur antara Cina Dayak tidak keberatan jika disebut Dayak
atau Cina. Meski pada generasi awal mereka lebih mengidentikkan diri sebagai China,
saya memiliki keyakinan pribadi pribadi jika “Tionghoa” pertama lahir di
Kalimantan Barat. Keturunan hasil perkawinan China-Dayak tidak memiliki
keinginan untuk kembali ke Tiongkok meski mereka melestarikan budaya China.
Label Tong
Pan (separuh Cina) lebih dipakai untuk keturunan Cina-Melayu, hal ini karena perbedaan
agama berbeda. Dimana orang Melayu yang beragama Islam tentu mengharamkan babi,
sedangkan Orang China tidak. Dan beragam perbedaan lain, sehingga untuk menyatakan
adanya darah China maka mereka bisa menyebut sebagai “Tong Pan”.
Generasi
pertama hasil perkawinan campur ini melahirkan keturunan yang unik dimana berkulit
sedikit gelap (tidak pucat) dan bermata besar (tidak seperti umumnya orang
Tiongkok yang sipit). Generasi ini melahirkan anak-anak wanita yang kemudian
dinikahi oleh orang Tiongkok, jumlah wanita Tong Pan semakin hari semakin
banyak sehingga memudahkan Orang China mencari Jodoh di Kalimantan Barat.
Anak laki-laki
hasil perkawinan juga cenderung mencari jodoh di kampung halaman mama karena
mereka sudah diterima sebagai orang Dayak sehingga membuat mereka diterima
masuk dengan mudah. Alasan utama mancari jodoh di Lingkungan Dayak karena
selain banyak wanita sekaligus tidak membutuhkan dana yang mahal untuk memberi
mahar dan wanita Dayak lebih bisa menerima keadaan suami apa adanya.
Baca Duri Cinta Kebun Sawit (1) | Tanah dan Belahan
Jalinan
persaudaraan melalui pernikahan juga membuat interaksi diantara mereka menjadi
semakin luas. Selain interaksi perkawinan juga terjadi alih teknologi,
teknologi pencetakan sawah, pengolahan besi, pembuatan senjata api rakitan, dan
teknologi penambangan emas mulai terjadi. Orang Tiongkok juga belajar survival dan
berburu di hutan dari orang Dayak.
Kongsi-kongsi
ini sebagaimana orang Tiongkok yang dikenal sebagai pekerja keras dan ulet
segera menjadi daerah swasembada dimana mereka bisa memenuhi semua keutuhan.
Pencetakan sawah dan pembangunan perkebunan sayur juga mereka lakukan selain aktifitas
penambangan. Sawah-sawah hasil karya orang Tiongkok masih bisa kita lihatdi
banyak tempat di Kalimantan Barat. Pembuatan sawah sebagai tempat menanam padi
ini berbeda dengan pola pertanian padi Orang Dayak yang menanam padi dengan
sistem ladang berpindah.
Sama-sama
sebagai masyarakat agraris membuat perkawinan antara China (Khek) dengan wanita
Dayak menjadi harmonis. Wanita Dayak yang terbiasa bekerja di ladang bisa
membantu suami dalam menggarap tanah pertanian. Menurut PJ Veth (1854) wanita
Dayak dikenal rajin dalam menggarap tanah dan mempunyai sikap yang lembut meski
tinggal di lingkungan kongsi yang keras.
Agama Orang
Tiongkok yang paling orisinal adalah penyembahan/penghormatan kepada leluhur
tidak menjadi masalah bagi wanita Dayak. Wanita Dayak pada umumnya bisa
mengakomodir budaya ini. Bagi Orang Tiongkok adalah sebuah kewajiban untuk
melakukan sembahyang kepada leluhur sebagai bentuk bakti anak-cucu kepada orang
tua mereka yang telah meninggal.
Baca Filsafat Dayak sebagai Penanda Kebangkitan Intelektual "Dari Dalam"
Hingga kini
momen Sembahyang Kubur adalah momen penting bagi orang Tionghoa Kalimantan
Barat. Dalam banyak kasus makanan mengandung babi seringkali dipersembahan ke
leluhur saat sembahyang, bagi wanita Dayak ini tidak menjadi masalah untuk ikut
membantu mengolah. Teknik pengawetan makanan yang dimiliki orang Tiongkok juga
ikut dipelajari oleh Orang Dayak. Dalam momen-momen Hari Raya para China
merekrut tenaga kerja dadakan dari orang Dayak untuk ikut membantu mengolah
makanan sehingga pola masakan China banyak dipelajari dan terjadi transfer
teknologi untuk pengolahan makanan.
-- Anton Surya