4 Kardinal Indonesia, 2 Cardinal Elector dalam Konklaf 2025

kardinal, Justinus Darmojuwono, Julius Darmaatmadja, Ignatius Suharyo, Paskalis Bruno Syukur, paus, kardinal, red biretta, cardinal elector, Vatikan,

4 Kardinal Indonesia, 2 Cardinal Elector dalam Konklaf
4 Kardinal Indonesia, 2 Cardinal Elector dalam Konklaf. Sumber: berbagai, diolah secara kreatif Dayaktoday.com

🌍 DAYAK TODAY  | JAKARTA: Kita tahu bersama. Republik ini adalah negeri mayoritas non-Katolik. Tapi kadang, suara-suara kecil justru menjadi gema sejarah yang lebih panjang.

Di negeri Pancasila ini, hanya empat orang pernah diangkat sebagai Kardinal oleh Vatikan. 

Baca Kardinal

Empat dari lebih dari 280 juta penduduk. Sebuah jumlah yang lebih kecil dari para pemilik klub sepak bola, atau mereka yang jadi jenderal. Tapi entah mengapa, keempatnya mencerminkan semacam peta batin negeri ini. Mereka seperti arah mata angin yang tenang.

2 Cardinal Elector (punya hak suara dalam konklaf)

Empat kardinal Indonesia. Dua masih bersuara dalam konklaf. Dua sudah berpulang—secara tubuh atau secara fungsi.

Empat kardinal, dari ratusan juta. Tapi angka tak pernah mengukur makna. Kadang yang satu lebih berarti dari seribu. Kadang yang kecil justru memelihara harapan. Kardinal-kardinal ini tidak mewakili dominasi. Mereka mewakili kesetiaan. Pada iman. Pada sunyi.

Baca Papabili

Siapa para pengena jubah merah dan red biretta, pangeran-pangeran Paus itu?

  1. Justinus Darmojuwono. Lahir di Godean, dekat Yogyakarta. Tanah yang lahirkan Sultan, juga para petapa. Ia diangkat Paus Paulus VI menjadi kardinal pada 1967. Zaman Orde Baru baru mulai. Gereja Katolik belum tentu nyaman. Tapi Darmojuwono tidak tampak gentar. Ia tak tampil flamboyan. Ia seperti mata air kecil di kebun yang kering. Mengalir, tapi tak minta disorot. Ia bukan sekadar rohaniwan. Ia tanda bahwa iman bisa hidup dalam ruang-ruang sunyi. Bukan dalam poster. Ia membuka jalan.
  2.  Julius Darmaatmadja, seorang Yesuit. Seorang prajurit Ignasian dalam kerangka rohani. Ia seperti intelektual dengan suara gergaji halus. Tidak meledak-ledak, tapi mengiris. Tahun 1994, ia diangkat Paus Yohanes Paulus II. Ia pernah jadi Uskup Militer. Juga Uskup Agung Jakarta. Ia hadir di ruang-ruang kebijakan. Tapi ia tak pernah bicara keras. Ia justru menolak ikut konklaf 2013 dengan alasan penglihatan kabur. Tapi mungkin bukan hanya mata yang buram. Mungkin dunia memang terlalu silau untuk dilihat dengan jernih.
  3. Ignatius Suharyo. Ia datang bukan dari biara, tapi dari kelas-kelas filsafat dan teologi. Suharyo bicara dengan rapi. Seperti dosen etika. Ia tak terlibat dalam gaduh politik. Tapi ia bukan penonton. Ia bicara pelan, tentang keadilan, pluralitas, Pancasila, hak asasi. Ia tidak menepuk mimbar, tapi menata kata. Dan mungkin, itu cukup. Karena kata yang ditata bisa menggerakkan lebih banyak dari pekikan yang meledak.
  4. Paskalis Bruno Syukur. Baru saja diangkat Paus Fransiskus tahun 2024. Ia dari Flores, dari bumi timur Indonesia, dari tempat yang bagi banyak orang adalah peta kecil di sisi layar. Tapi Paus tampaknya mendengar lebih dari Google Maps. Paus mendengar tebing, ladang jagung, dan suara Maria di gua batu. Paskalis adalah wajah gereja yang turun ke bawah, bukan naik ke atas. Ia bukan manajer. Ia bukan teolog media. Ia adalah pastor yang masih tahu letak dapur orang kecil.

Empat kardinal. Empat cara mereka berada dan bicara. Dan semuanya lahir dari tanah yang berbeda-beda—secara geografis, dan spiritual.

Kardinal Indonesia masih aktif yang punya hak suara dalam konklaf 2025

✅ Kardinal Ignatius Suharyo

✅ Kardinal Paskalis Bruno Syukur


No Nama Kardinal Tahun Diangkat Diangkat Oleh Status Saat Ini Sumber Utama
1 Justinus Darmojuwono (†1994) 1967 Paus Paulus VI † Wafat 1994 Catholic Hierarchy, Vatikan News, Ensiklopedia Katolik
2 Julius Darmaatmadja, SJ 1994 Paus Yohanes Paulus II Emeritus (tanpa hak suara, usia >80 tahun) Vatican News, Catholic News Agency, Kompas
3 Ignatius Suharyo 2019 Paus Fransiskus Aktif, memiliki hak suara Vatican.va, Katolikku.com, KWI.or.id
4 Paskalis Bruno Syukur 2024 Paus Fransiskus Aktif, memiliki hak suara Vatican News, Penakatolik.com, Tirto.id, Kompas

Peneduh, bukan menebar ancaman dan ketakutan

Indonesia adalah negeri dengan ratusan agama lokal, ribuan bahasa, dan sejarah panjang kolonialisme. Tapi para kardinal kita tak menampilkan luka. Mereka tak melawan. Mereka menahan. Mereka bukan suara marah. Mereka adalah gema dalam kapel.

Baca Mungkinkah Paus dari Timur?

Sejarah besar jarang memberi tempat bagi suara kecil. Tapi dalam iman, justru suara kecil yang menetap lebih lama. Khotbah di bukit lebih kuat dari pidato di podium. Dan doa yang pelan di kamar bisa mengalahkan retorika di TV.

Kadang saya pikir: Indonesia tak pernah kehabisan penceramah. Tapi kita masih miskin saksi. Terutama saksi hidup, yang teduh, membawa damai, bukan ketakutan, dan menebar ancaman.

Baca Tahap IV Pemilihan Paus | Promitto, Voveo ac Iuro - Sumpah Kardinal Mengikat Langit dan Bumi

Kardinal adalah saksi. Mereka hadir bukan untuk menyulut, tapi menjaga nyala kecil di tengah angin zaman. Seperti lilin yang tak padam.

Dan itu, mungkin, lebih penting dari semua tepuk tangan.

Jakarta, 3 Mei 2025

LihatTutupKomentar