Tahap IX Pemilihan Paus | Acceptasne dan "Quo nomine vis vocari?"

konklaf, Kapel Sistina, kardinal, paus, Vatikan, Quo nomine vis vocari, Dekan Kardinal, Quo nomine vis vocari,

Tahap IX Pemilihan Paus
Quo nomine vis vocari? - Pertanyaan Dekan Kardinal kepada paus terpilih. Visualisasi by AI.

🌍 DAYAK TODAY  | JAKARTA: Pemilihan seorang paus merupakan salah satu ritual paling sakral dan penuh simbol dalam Gereja Katolik. 

Proses ini dikenal dengan sebutan konklaf. Yaitu pertemuan para kardinal pemilih. Mereka yang berusia di bawah 80 tahun—di dalam Kapel Sistina, Vatikan. 

Para kardinak sedunia berkumpul dalam suasana tertutup dan sunyi. Mereka bebas dari pengaruh luar, terikat oleh sumpah dan tradisi, serta dikelilingi oleh sejarah yang panjang.

Baca Tahap VIII Pemilihan Paus | Via Compromissi meski Suara Mayoritas belum Menyentuh 2/3

Namun, di balik keagungan seni dan beban teologis momen tersebut, terselip sebuah adegan yang sangat manusiawi sekaligus menggetarkan: ketika seorang kardinal yang baru saja terpilih ditanya apakah ia menerima jabatan itu, dan nama apa yang hendak ia gunakan sebagai Paus.

Quo nomine vis vocari

Tulisan ini mengajak pembaca menyelami momen tersebut—dengan bahasa Latin khasnya, bobot teologisnya, serta gema sejarah yang mengitarinya. 

Baca Tahap VII Pemilihan Paus | Ketika Ballot Dibakar Mengepul Fumata Nera dan Fumata Bianca

Fokus utama jatuh pada pertanyaan yang diajukan oleh Dekan Kardinal: Quo nomine vis vocari? (“Dengan nama apa engkau ingin dipanggil?”) dan jawaban dari sang terpilih: Accepto (“Saya menerima”).

Konklaf: Pemilihan dalam Sunyi

Kata konklaf berasal dari bahasa Latin cum clave (dengan kunci), merujuk pada fakta bahwa para kardinal dikunci dalam tempat pemilihan untuk mendorong keputusan yang cepat. Tradisi ini mulai diberlakukan sejak abad ke-13 setelah pengalaman kekosongan takhta Petrus yang berlangsung sangat lama.

Baca Tahap VI Pemilihan Paus | Tiga scrutineers Menghitung Saksama dan Membacakan "Eligo in Summum Pontificem"

Sebelum memasuki Kapel Sistina, para kardinal bersumpah menjaga kerahasiaan proses pemilihan. Seluruh ruangan disterilkan dari perangkat elektronik. Mereka tinggal di Domus Sanctae Marthae selama pemilihan berlangsung. Pemungutan suara dilakukan secara tertutup. Surat suara yang telah dipakai dibakar, menghasilkan asap hitam (jika belum ada hasil) atau asap putih (jika Paus telah terpilih).

Ketika seorang kardinal berhasil memperoleh 2/3 suara, ia dinyatakan sah terpilih. Pada saat itulah, suasana hening dan khidmat menyelimuti ruangan.

Pertanyaan Pertama: Acceptasne?

Setelah pemungutan suara selesai, Dekan Kardinal—kini dijabat oleh Kardinal Giovanni Battista Re (hingga 2025)—mendekati kardinal terpilih bersama dua kardinal senior lainnya. Dalam bahasa Latin yang formal, ia bertanya:

“Acceptasne electionem de te canonice factam in Summum Pontificem?”

“Apakah Anda menerima pemilihan kanonik ini sebagai Paus?”

Meski telah terpilih, sang kardinal masih memiliki pilihan untuk menolak. Dalam sejarah, memang ada yang menolak. Namun, begitu ia menjawab Accepto, maka secara kanonik dan spiritual ia menjadi Paus pada saat itu juga.

Baca Tahap V Pemilihan Paus | Pembagian Ballot (Surat Suara) dalam Sunyi

Jawaban Accepto menjadi simbol penyerahan diri sepenuhnya kepada panggilan dan tanggung jawab Gereja universal.

Pertanyaan Kedua: Quo nomine vis vocari?

Sesaat setelah menerima jabatan tersebut, Dekan bertanya kembali:

“Quo nomine vis vocari?”

“Dengan nama apa engkau ingin dipanggil?”

Ini bukan sekadar formalitas. Dalam tradisi Kristen, nama baru mencerminkan misi baru. Seperti Abram yang menjadi Abraham, Simon menjadi Petrus, Saulus menjadi Paulus—demikian pula Paus yang baru akan memilih nama baru untuk menunjukkan arah spiritual kepemimpinannya.

Ketika Kardinal Jorge Mario Bergoglio memilih nama Fransiskus, ia hendak menghormati Santo Fransiskus dari Assisi dan menunjukkan keberpihakannya kepada kaum miskin. Paus sebelumnya, Joseph Ratzinger, memilih nama Benediktus XVI untuk merujuk pada Santo Benediktus dari Nursia serta Paus Benediktus XV—dua tokoh rekonsiliasi dan perdamaian.

Mungkinkah Paus dari Timur?

Dengan menyebutkan nama itu, Paus baru tidak hanya menentukan cara dia akan dipanggil, tetapi juga menyampaikan pesan pertama kepada umat Katolik dan dunia.

Nama Paus: Pernyataan Teologis Pertama

Nama Paus kerap menjadi pernyataan teologis pertama dari masa kepemimpinannya. Paus Yohanes Paulus II, misalnya, mengambil nama dari dua pendahulunya yang dikenal sebagai pelaksana Konsili Vatikan II: Paus Yohanes XXIII dan Paus Paulus VI.

Belum ada Paus yang menggunakan nama Petrus II, mungkin karena penghormatan yang sangat tinggi kepada Rasul Petrus. 

Beberapa nama seperti Paulus, Gregorius, Leo, Benediktus, dan Pius telah digunakan berkali-kali sepanjang sejarah.

Pilihan nama ini biasanya menjadi petunjuk awal visi dan gaya pastoral sang Paus.

Jakarta, 4 Mei 2025

LihatTutupKomentar