Dayak: Pertama Kali Digunakan tahun 1757 sebagai padanan kata Belanda "Binnenland" dan Dinamika Kemajuannya

Dayak, asli, Borneo, Blust. Bellwood, Niah, uji karbon, Miri, Sarawak, Hogendorff, binnenland, first nation, Credit Union, CU, literat, terpelajar

Dayak, dari hasil eksavasi dan penelitian uji karbon Gua Niah, diketahui nenek moyangnya telah ada si dini dan di tempat ini (Borneo) sudah sejak 40.000 tahun lalu. Ilustrasi: Masri Sareb.

KUCHING - DAYAKTODAY:  Para sarjana seperti Bellwood, Blust, Tom Harrison, Manser, Edwin Gomes, Evans H.N. Ivor, King dan Ave mendukung narasi bahwa leluhur orang Dayak telah mendiami Borneo sejak 40.000 tahun lalu. Hasil-uji karbon menunjukkan kebenaran narasi itu.

Bukti-bukti arkeologis yang paling kuat berasal dari ekskavasi di Gua Niah, Sarawak, yang mengungkap sisa-sisa manusia purba berusia puluhan ribu tahun. 

Temuan artefak Gya Niah membuktikan bahwa Dayak adalah penduduk asli Borneo yang telah hidup dan berkembang di pulau ini jauh sebelum kedatangan pengaruh luar.

Baca Dayak: Origins and First Use as Indigenous Identity of Borneo

Asal-usul Penyebutan "Dajak" dan Identitas Dayak

Sejak kapan Dayak diakui sebagai kelompok etnis tersendiri? Penyebutan awal istilah "Dajak" ditemukan dalam monograf resmi kolonial tahun 1757 yang ditulis oleh J.A. Hogendorff, seorang kontroleur kolonial di Banjarmasin. 

Terminologi "Dajak" merupakan terjemahan dari kosa kata Belanda "binnenland," yang berarti "penduduk asli pedalaman" (Ave dan King, 1985). Dalam konteks kolonial Belanda, istilah ini digunakan untuk membedakan masyarakat asli Borneo dari para pendatang yang tinggal di pesisir.

Dalam sejarah lokal, masyarakat Dayak sendiri memiliki berbagai penyebutan untuk kelompok mereka, tergantung pada bahasa dan sub-suku masing-masing. Beberapa di antaranya menggunakan istilah seperti Dayuh, Taja, atau Ot Danum, yang semuanya memiliki makna yang berkaitan dengan kehidupan di pedalaman dan daerah aliran sungai. Ini menunjukkan bahwa identitas Dayak telah berkembang secara organik jauh sebelum istilah "Dajak" digunakan oleh administrasi kolonial.

Dayak: Dongeng asal usul dari Yunnan sebab tidak bisa dibuktikan

Dayak adalah penduduk asli Borneo, bukan hasil migrasi dari Yunnan atau tempat lain. Beberapa teori menyebutkan kemungkinan migrasi dari Yunnan, tetapi teori ini masih penuh dengan ketidakpastian. Jika benar ada migrasi besar-besaran dari Yunnan, pertanyaan mendasar muncul: di mana permukiman awal orang Tionghoa di Borneo? Siapa gelombang pertama migran dari Tiongkok yang tiba di pulau ini? Kapan mereka datang? 

Baca Dayak Bukan Berasal dari Yunnan tapi dari Gua Niah: Ini Bukti Ilmiah Uji-karbon 40.000 Tahun Silam

Hingga kini, bukti arkeologis dan antropologis belum mendukung klaim ini secara meyakinkan. Tidak pernah dapat dibuktikan tali-temali serta bukti-bukti empiris, apalagi akademisnya. Padahal di Nusantara, setiap migrasi dari Tiongkok pasti ada pecinan, setidaknya artefak, gapura, atau inksipri. Di sini asal Dayak dari Yunan hanyalah sebuah dongeng belaka, asumsi, bukan fakta.

Sebaliknya, penelitian genetik dan linguistik menunjukkan bahwa orang Dayak memiliki hubungan erat dengan kelompok Austronesia yang menyebar dari Taiwan ke seluruh kepulauan Asia Tenggara sekitar 4.000 tahun lalu (Blust dan Bellwood). Budaya Dayak telah berkembang secara mandiri di Borneo selama puluhan ribu tahun, menjadikannya salah satu masyarakat adat tertua di kawasan ini.

Citra yang Dilekatkan dan Sedang Diubah Positif

Dalam Far Eastern Economic Review (1978), David Jenkins dan Guy Sacerdoty menggambarkan orang Dayak sebagai "manusia liar legendaris dari Borneo." 

Citra ini mereduksi keberagaman budaya Dayak ke dalam stereotip kolonial yang menggambarkan mereka sebagai suku primitif tanpa peradaban maju. Sementara itu, Jan Ave dan Victor King (1985) mendeskripsikan orang Dayak sebagai "orang-orang dari hutan tenunan," mengacu pada keterampilan menenun yang menjadi bagian penting dari budaya mereka.

Baca Longhouses of the Dayak People

Gambaran-gambaran ini, meskipun berasal dari penelitian etnografi, sering kali mengabaikan kenyataan bahwa orang Dayak memiliki sistem sosial yang kompleks, tradisi hukum adat yang kuat, serta pengetahuan ekologi yang luar biasa. 

Kini orang Dayak semakin terdidik dan menguasai berbagai bidang, dari akademisi hingga teknologi, membuktikan bahwa mereka bukan sekadar bagian dari masa lalu, tetapi juga aktor penting dalam pembangunan masa depan.

Pelabelan: Dari Kutukan Menjadi Berkah

Sejak dahulu, hutan Borneo bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga sumber kehidupan bagi masyarakat Dayak. Hutan menyediakan makanan, obat-obatan, serta material untuk peralatan dan rumah mereka. Namun, cara pandang orang luar terhadap Dayak sering kali berubah-ubah sesuai dengan kepentingan politik dan ekonomi.

Pada tahun 1881, seorang naturalis dan penjelajah Norwegia, Carl Bock, secara sembarangan berdasakan imaginasinya sebagai orang asing memberi label baru: "pemburu kepala dari Borneo." Istilah ini kemudian menyebar luas di dunia Barat dan membentuk citra Dayak sebagai suku yang ganas dan penuh kekerasan. Padahal, tradisi pengayauan (headhunting) memiliki makna yang jauh lebih kompleks dan bukan sekadar tindakan barbar. Dalam konteks budaya Dayak, pengayauan adalah bagian dari sistem hukum adat dan spiritualitas yang bertujuan menjaga keseimbangan kosmos serta mempertahankan wilayah dari ancaman luar.

Pelabelan ini adalah bagian dari narasi kolonial yang bertahan hingga kini. Tulisan-tulisan Bock dan sejarawan Barat lainnya membentuk persepsi global tentang Dayak, sering kali tanpa memahami nilai-nilai budaya mereka secara mendalam. Namun, seiring dengan meningkatnya literasi dan kesadaran sejarah di kalangan masyarakat Dayak sendiri, label-label kolonial ini mulai diredefinisi. Kini, orang Dayak bukan lagi sekadar objek studi antropologi, tetapi juga subjek yang aktif menulis sejarah dan menentukan masa depan mereka sendiri.

Baca The Motif of the Tattoos of Apai Janggut and Panglima Jilah: The Legacy of Legends

Dengan semakin banyaknya kajian akademis yang dilakukan oleh peneliti Dayak, narasi tentang mereka pun mulai bergeser. Identitas Dayak yang dulu hanya dipahami dari sudut pandang luar kini kembali ke tangan mereka sendiri—sebuah perjalanan dari kutukan stereotip menjadi berkah kesadaran diri dan kebanggaan akan warisan leluhur.

Dayak Hari Ini

Dayak hari ini memiliki populasi yang diperkirakan tidak kurang dari 8 juta jiwa yang tersebar di wilayah Kalimantan (Indonesia, Malaysia, dan Brunei), menurut rilis Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional (ICDN) pada tahun 2019. Mereka terdiri dari tujuh rumpun besar dan lebih dari 400 subsuku, yang secara rinci disebutkan dalam penelitian Lontaan (1975). Bahkan, menurut Alloy, Albertus, dan Istiany (2008), di Kalimantan Barat saja, tercatat terdapat 151 subsuku Dayak. Masri Sareb (2010), dalam penelitiannya di Kecamatan Jangkang, Kabupaten Sanggau, menemukan 11 subsuku Dayak. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah subsuku Dayak yang ada bisa melebihi 500 klan-klan kecil yang tersebar di berbagai daerah.

Baca Niah Cave: Dayak Heritage in Borneo’s Majestic Landscape

Saat ini, orang Dayak telah mencapai tingkat pendidikan yang tinggi dan literat di hampir semua bidang ilmu. Mereka tidak hanya terampil dalam mempertahankan budaya mereka, tetapi juga mampu bersaing secara global dalam hal sumber daya manusia. 

Orang Dayak kini menjadi bagian penting dalam dunia pendidikan. Dayak telah mempunyai perguruan tinggi sendiri, yakni Institut Teknologi Keling Kumang di Sekadau, Kalimantan Barat.

Sementara di bidang seni, teknologi, serta sektor lainnya yang memiliki dampak besar bagi perkembangan masyarakat di Borneo maupun di luar wilayah tersebut.

Salah satu bukti kemajuan ekonomi Dayak adalah keberadaan lembaga keuangan non-bank yang mereka kelola, yaitu Credit Union (CU). CU ini menjadi gerakan ekonomi kerakyatan yang membantu melepaskan masyarakat Dayak dari belenggu kemiskinan dan memberikan akses keuangan yang lebih adil. Dengan adanya CU, masyarakat Dayak dapat meningkatkan taraf hidup mereka melalui akses ke modal yang lebih mudah dan sistem keuangan yang lebih transparan.

Baca Sensus Divinitas dalam Kehidupan Spiritual Manusia Dayak

Masyarakat Dayak kini juga memiliki perguruan tinggi yang mengajarkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya, mencetak generasi muda yang siap bersaing di dunia global. Mereka juga memiliki sektor ekonomi yang berkembang pesat, termasuk hotel, pabrik, dan berbagai usaha lainnya yang memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian daerah.

Dayak hari ini telah membuktikan diri sebagai kelompok yang tidak hanya menjaga warisan budaya dan tradisi, tetapi juga mampu beradaptasi dengan tantangan zaman. Mereka semakin berperan-aktif dalam dunia modern tanpa melupakan akar budaya mereka yang kuat, serta terus berjuang untuk meningkatkan kualitas hidup melalui pendidikan, ekonomi, dan partisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat.

Dayak: Dari Kutuk Menjadi Berkat

Tahun 1970-an dapat dikatakan sebagai tonggak awal kebangkitan Dayak di berbagai bidang. 

Pendidikan menjadi salah satu faktor kunci dalam perubahan ini, terutama dengan lulus dan masuknya putra-putri Dayak dari sekolah-sekolah Misi Katolik seperti di Nyarumkop dan Sekadau. 

Pendidikan mencuatkan harapan baru bagi masyarakat Dayak, yang sebelumnya menghadapi keterbatasan akses ke birokrasi dan pemerintahan akibat kebijakan Orde Baru yang menekan peran mereka.

Pendidikan dan Peran dalam Birokrasi

Pada era ini, mulai muncul guru-guru dan camat dari kalangan Dayak di Kalimantan Barat. Keberadaan mereka dalam sistem pemerintahan menandai awal kebangkitan peran Dayak dalam struktur birokrasi, meskipun masih menghadapi berbagai tantangan. 

Pendidikan tidak hanya membuka peluang bagi segelintir orang Dayak untuk berkarier di sektor publik, tetapi juga meningkatkan kesadaran dan kebanggaan terhadap identitas mereka sendiri.

Credit Union dan Literasi Keuangan

Pada saat yang sama, Gereja memperkenalkan konsep Credit Union (CU) kepada masyarakat Dayak. Perjuangan awal untuk mengenalkan CU tidaklah mudah, namun seiring waktu, CU berkembang menjadi lembaga literasi keuangan yang kuat di kalangan masyarakat Dayak. 

Baca Dayak: Suku Bangsa Jujur dan Tepercaya

Dengan CU, banyak orang Dayak mampu meningkatkan kesejahteraan mereka dan keluar dari kemiskinan struktural yang telah lama membelenggu. CU bukan hanya alat ekonomi, tetapi juga sarana pemberdayaan komunitas, mengajarkan nilai-nilai kemandirian, kerja sama, dan tanggung jawab kolektif.

Perkembangan Politik

Memasuki era 2000-an, masyarakat Dayak semakin aktif di bidang politik. Banyak tokoh Dayak yang berhasil menduduki jabatan strategis, baik di tingkat daerah maupun nasional. Mereka terpilih menjadi bupati, gubernur, anggota DPRD, hingga DPR RI. Keterlibatan Dayak dalam politik mencerminkan meningkatnya kesadaran akan hak-hak politik dan kepentingan bersama untuk memperjuangkan nasib masyarakat Dayak di tengah arus modernisasi dan globalisasi.

Identitas dan Kebanggaan Etnis

Dahulu, label "Dajak" sering dianggap sebagai stigma yang mencerminkan keterbelakangan. Identitas ini sering dikaitkan dengan masyarakat pedalaman yang dianggap inferior dibandingkan dengan kelompok pesisir yang menjadi pusat kebudayaan dan perdagangan. Namun, paradigma ini telah berubah drastis. 

Baca CU Pancur Solidaritas Gelar RAT 2025: Pilih Pengurus Baru, Evaluasi Kinerja, dan Perkuat Gerakan Literasi

Kini, masyarakat Dayak tidak hanya mempertahankan identitas mereka dengan bangga, tetapi juga membuktikan diri sebagai etnis yang setara, bahkan unggul dalam beberapa aspek kehidupan.

Dengan kepemilikan lahan yang luas, orang Dayak kini mengelola sektor pertanian, terutama komoditas seperti karet dan kelapa sawit. Kemampuan mereka dalam mengelola sumber daya alam memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian, baik secara individu maupun kolektif. Hari ini, kebanggaan terhadap identitas Dayak semakin kuat, didukung oleh pencapaian di berbagai sektor kehidupan.

Perjalanan masyarakat Dayak,  yang kini populasinya sedunia tidak kurang dari 8 juta, dari masa sulit menuju kemajuan merupakan kisah transformasi yang luar biasa. Dari keterbatasan akses pendidikan, ekonomi, dan politik pada masa lalu, kini Dayak telah berkembang menjadi komunitas yang berdaya dan berpengaruh. 

Identitas yang dulu dianggap sebagai kutukan kini menjadi berkat, membawa Dayak ke posisi yang setara dan bahkan unggul di berbagai bidang. 

Kebangkitan Dayak adalah bukti bahwa dengan pendidikan, kerja sama, dan kebanggaan terhadap identitas sendiri, sebuah komunitas dapat mengubah nasibnya menuju masa depan yang lebih cerah.

-- Masri Sareb Putra

LihatTutupKomentar