Gereja, Misi, dan Guru : 3 Pilar yang Membebaskan dan Mengangkat Derajat dan harkat Hidup Orang Dayak
Gereja membebaskan Dayak. Mgr. Pacifikus Bos, Pastor Marcellus, Pastor Egbertus, dan P. Beatus di antara siswa Standaardschool (1928) Dayak di Nyarumkop, Singkawang. Dok. Masri/dayaktoday.com
🌍 DAYAK TODAY | PONTIANAK: Gereja, misi, dan guru tiga pilar yang telah membebaskan dan mengangkat derajat orang Dayak dari keterpinggiran. Tanpa ketiganya, adakah orang Dayak bisa seperti saat ini?
Sejarah tidak bisa dimungkiri. Orang Dayak mengalami keterbelakangan bukan karena mereka bodoh atau malas, tetapi karena akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang begitu terbatas.
Di tengah tantangan geografis dan minimnya infrastruktur, sulit bagi masyarakat Dayak di pedalaman untuk mengejar kemajuan seperti masyarakat lain di Indonesia.
Namun, satu kekuatan yang muncul sebagai pendorong perubahan adalah Gereja dan Misi, yang datang bukan untuk menguasai, melainkan untuk membebaskan.
Gereja, Misi, dan Guru Jawa/Flores Katolik bukan hanya menyebarkan iman, tetapi juga memberikan alat bagi orang Dayak untuk bangkit—pendidikan, kesehatan, dan kemandirian ekonomi.
Pendidikan: Misi yang Membebaskan Dayak
Pendidikan menjadi pintu gerbang pertama yang dibuka oleh Gereja. Misi Katolik memulai pendidikan di Pelanjau, kemudian berkembang di Nyarumkop dan Sekadau.
Baca Dayak Sukubangsa yang Jujur
Dari sekolah-sekolah inilah lahir generasi pertama orang Dayak yang bisa membaca, menulis, dan memahami dunia lebih luas. Para lulusan sekolah Katolik dan Kristen ini tidak hanya menjadi guru, tetapi juga dokter, politisi, pengusaha, dan pemimpin di berbagai bidang.
Sekolah-sekolah yang didirikan Gereja di pedalaman tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan mentalitas baru bagi orang Dayak. Mereka diajarkan untuk berpikir kritis, mengenali hak-hak mereka, serta memiliki rasa percaya diri untuk berdiri sejajar dengan masyarakat lain.
Namun, siapa yang berperan besar dalam menyebarkan pendidikan ini? Para guru Katolik dan Kristen dari Jawa dan Flores. Mereka datang dengan penuh pengorbanan, meninggalkan kampung halaman untuk mengajar anak-anak Dayak yang sebelumnya tidak tersentuh pendidikan. Mereka bukan hanya mengajar, tetapi juga hidup bersama masyarakat, memahami budaya setempat, dan dengan tulus mendidik tanpa pamrih.
Tidak sedikit dari mereka yang tinggal bertahun-tahun di pedalaman, melewati medan yang sulit, tanpa fasilitas modern. Mereka benar-benar mengabdikan diri demi kemajuan orang Dayak. Berkat mereka, banyak orang Dayak generasi pertama bisa mengenyam pendidikan dan meneruskan perjuangan mencerdaskan bangsanya sendiri.
Kesehatan: Gereja Hadir untuk Menyembuhkan
Pendidikan saja tidak cukup. Gereja melihat bahwa kesehatan masyarakat Dayak juga perlu diperbaiki. Misi Katolik dan Protestan mendirikan rumah sakit di Singkawang, Pontianak, dan Serukam, yang menjadi pusat pelayanan kesehatan bagi masyarakat Dayak yang sebelumnya hanya mengandalkan pengobatan tradisional.
Baca Deklarasi Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional (ICDN) Tonggak Sejarah bagi Cendekiawan Dayak
Ketika Yesus berkarya di tengah masyarakat, Ia tidak hanya mengajar dan mewartakan Kerajaan Allah, tetapi juga melakukan berbagai mukjizat penyembuhan. Banyak orang sakit datang kepada-Nya dengan harapan memperoleh kesembuhan, dan Yesus dengan penuh belarasa menyembuhkan mereka, baik secara fisik maupun spiritual. Ia menyembuhkan orang lumpuh, menyembuhkan orang buta, mengusir roh jahat dari mereka yang kerasukan, bahkan membangkitkan orang mati seperti Lazarus.
Karya penyembuhan ini bukan sekadar tindakan belas kasih, tetapi juga tanda nyata kehadiran Allah yang membawa keselamatan bagi umat manusia. Yesus menunjukkan bahwa kasih Allah melampaui batasan fisik dan sosial, serta memberikan kehidupan baru bagi mereka yang menderita.
Karya Yesus dalam menyembuhkan dan memberikan kehidupan terus diteruskan oleh Gereja sepanjang sejarah. Gereja hadir untuk menyembuhkan, baik melalui pelayanan sakramental seperti pengurapan orang sakit maupun melalui pembangunan rumah sakit, klinik, dan berbagai institusi kesehatan. Sejak masa awal Kekristenan, banyak ordo religius dan lembaga Gereja yang berperan dalam perawatan orang sakit, terutama bagi mereka yang miskin dan terpinggirkan.
Baca Dayak: The Transformation from a Primitive Image to a Modern Civilization
Hingga saat ini, Gereja tetap aktif dalam dunia kesehatan, tidak hanya dengan menyediakan fasilitas medis tetapi juga dengan menanamkan nilai-nilai kasih, perhatian, dan penghormatan terhadap kehidupan manusia. Kehadiran Gereja di bidang kesehatan merupakan perwujudan nyata dari misi Kristus yang terus hidup dan bekerja di tengah dunia.
Bahkan, Mission Aviation Fellowship (MAF)—sebuah layanan penerbangan misionaris dari Amerika—membantu membuka isolasi pedalaman Kalimantan. Dengan pesawat kecilnya, MAF menghubungkan desa-desa yang sulit dijangkau, membawa pasien ke rumah sakit, mengirimkan tenaga medis, serta mendistribusikan obat-obatan.
Sebelum kehadiran Misi, banyak orang Dayak meninggal karena penyakit yang sebenarnya bisa dicegah, seperti malaria, TBC, dan infeksi.
Gereja dan Misi membawa tenaga medis, mendirikan klinik, dan memberikan edukasi kesehatan. Semua ini mereka lakukan bukan untuk mencari keuntungan, tetapi murni karena panggilan kemanusiaan.
Credit Union sebagai Gerakan Pembebasan
Selain pendidikan dan kesehatan, Gereja juga melihat bahwa tanpa ekonomi yang kuat, orang Dayak tetap akan terpinggirkan. Maka awal tahun 1970-an diperkenalkanlah Credit Union (CU) —sebuah gerakan ekonomi berbasis komunitas yang mengajarkan orang Dayak untuk menabung, berinvestasi, dan membangun usaha sendiri.
Di Kalimantan Barat, CU Keling Kumang menjadi contoh sukses bagaimana Gereja membantu membebaskan masyarakat Dayak dari ketergantungan ekonomi. Dari gerakan kecil yang diperkenalkan oleh para misionaris, kini CU berkembang menjadi kekuatan finansial yang mengangkat kesejahteraan banyak keluarga Dayak.
Melalui CU, orang Dayak mulai belajar bahwa mereka bisa menjadi tuan di tanah sendiri. Mereka tidak perlu lagi tergantung pada tengkulak, rentenir, atau investor besar yang hanya ingin mengeksploitasi sumber daya alam Borneo.
Gereja telah menanamkan kesadaran bahwa kesejahteraan bisa dicapai jika masyarakat mampu mengelola ekonomi mereka sendiri.
Dokumentasi dan Publikasi: Gereja Mengangkat Martabat Dayak
Selain pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, Gereja juga berperan dalam dokumentasi sejarah dan budaya Dayak. Institut Dayakologi (IDRD), yang kini menjadi lembaga penelitian independen, pada awalnya mendapat dukungan penuh dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
Baca Credit Union (CU) Lembaga sekaligus Literasi Keuangan Orang Dayak
Gereja memahami bahwa tanpa dokumentasi dan penelitian, sejarah Dayak akan terus terpinggirkan. Banyak pengetahuan tradisional, hukum adat, dan kearifan lokal yang nyaris hilang karena tidak terdokumentasi dengan baik. Melalui IDRD, kini sejarah dan identitas Dayak mulai diakui, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga internasional.
Guru-Guru Jawa dan Flores pada pejuang tulus bagi Dayak
Satu fakta sejarah yang sering dilupakan adalah peran besar para guru dari Jawa dan Flores. Mereka datang ke pedalaman Kalimantan bukan karena dipaksa, tetapi karena panggilan hati. Mereka mengajar di sekolah-sekolah Katolik dan Kristen, mendidik anak-anak Dayak dengan sepenuh hati, dan membangun dasar pendidikan yang kuat bagi generasi berikutnya.
Banyak dari mereka yang hidup dalam keterbatasan, tanpa gaji besar, tanpa fasilitas mewah. Namun, mereka tetap bertahan karena percaya bahwa pendidikan adalah jalan pembebasan.
Tanpa mereka, pendidikan di pedalaman tidak akan berkembang seperti sekarang. Merekalah pejuang tanpa nama yang mengorbankan kenyamanan mereka demi masa depan orang Dayak.
Tiga Pilar Pembebas dan Warisan Sejarah
Sejarah mencatat bahwa perjalanan Gereja dan misi di Borneo bukan hanya tentang penyebaran ajaran, tetapi juga tentang pendidikan dan pembentukan karakter masyarakat Dayak.
Banyak tokoh yang saat ini meneruskan karya Gereja dan misi adalah hasil didikan langsung dari lembaga-lembaga yang didirikan oleh misionaris. Mereka belajar di sekolah-sekolah yang awalnya dirintis oleh Gereja, mendapatkan nilai-nilai dasar, serta dibentuk dalam semangat pelayanan dan pengabdian.
Jika kita melihat peran para pemimpin Gereja dan kaum intelektual Dayak saat ini, maka benar adanya pepatah historia docet—sejarah mengajarkan. Misi yang telah berlangsung selama berabad-abad membuktikan bahwa pendidikan berbasis iman telah menciptakan generasi yang tetap setia pada nilai-nilai perjuangan dan pembebasan.
Baca FILSAFAT DAYAK Usaha Rasional
Namun, tantangan zaman terus berubah. Globalisasi, modernisasi, serta tantangan sosial-ekonomi menguji keberlanjutan semangat yang diwariskan oleh para misionaris. Tanpa kesadaran akan sejarah, generasi penerus bisa saja melupakan akar perjuangan ini dan terseret dalam arus pragmatisme yang mengabaikan nilai-nilai luhur.
Oleh karena itu, memahami sejarah bukan hanya soal mengenang masa lalu, tetapi juga menjadi bekal dalam menghadapi masa depan. Menyadari bahwa pembebasan Dayak dari ketertinggalan, keterbatasan, dan ketidakadilan adalah hasil dari kerja keras Gereja dan misi, maka menjaga warisan ini menjadi tanggung jawab bersama.
Dalam konteks ini, tiga pilar pembebas yang telah terbukti berjasa harus tetap dijadikan pegangan. Pertama, pendidikan sebagai sarana pencerahan dan pemberdayaan. Kedua, Gereja sebagai penjaga nilai-nilai spiritual dan moral. Ketiga, gerakan ekonomi berbasis komunitas yang memberikan kemandirian bagi masyarakat.
Ketiga pilar ini telah terbukti membebaskan Dayak dari berbagai bentuk belenggu dan mengantarkan mereka menuju kemajuan. Percaya dan menyerahkan garansi sepenuhnya pada ketiga pilar ini bukan hanya soal keyakinan, tetapi juga soal memastikan bahwa sejarah tetap menjadi panduan bagi masa depan. Jangan lupakan sejarah, sebab di dalamnya terkandung kunci pembebasan sejati!
Gereja dan Misi adalah kunci Pembebasan orang Dayak
Sejarah telah mencatat bahwa kemajuan orang Dayak tidak lepas dari peran Gereja, Misi, dan para guru Katolik/Kristen dari Jawa dan Flores.
- Mereka (Gereja, Misi, dan guru-guru Katolik/ Kristen) telah membebaskan orang Dayak secara lahir dan batin.
- Mereka membawa bagi Dayak pendidikan yang mencerahkan.
- Mereka membawa bagi Dayak pelayanan kesehatan yang menyelamatkan.
- Mereka membawa bagi Dayak ekonomi yang membebaskan dari kemiskinan.
- Mereka mendokumentasikan sejarah agar Dayak tidak dilupakan.
Lalu pertanyaannya sekarang: Apakah generasi Dayak saat ini akan mempertahankan warisan ini?
Ataukah akan kembali terlelap dan membiarkan diri kembali terpinggirkan?
Jawaban ada di hati, pikiran, gagasan, kaki, dan tangan kita.
-- Rangkaya Bada