Borneo dalam Catatan Pararaton dan Nagarakertagama : Tanjungpura dan Bakulapura

Dayak, Majapahit, Tanjungpura, Sumpah Palapa, Bakulapura, Borneo, Pararaton, lamun huwus, Nagarakertagama, Malaya,Filipina

 

Bakulapura, Tanjungpura, kerajaan di Borneo dicatat di Jawa. Pentingnya literasi by AI.

🌍 DAYAK TODAY  | PONTIANAK:  Literasi bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, melainkan juga sarana peradaban untuk mempertahankan jati diri, menggali akar sejarah, dan mengukir masa depan. 

Bagi masyarakat Dayak di Borneo, pentingnya literasi menjadi semakin mendesak di tengah gempuran modernitas dan dominasi narasi eksternal yang kerap mengaburkan sejarah lokal. 

Pentingnya literasi

Dalam konteks ini, membuka kembali lembar-lembar naskah kuno seperti Pararaton dan Nagarakertagama menjadi langkah penting untuk menegaskan keberadaan dan kontribusi wilayah-wilayah Dayak dalam sejarah nusantara.

Baca Membaca Sejarah Orang Dayak Berdasarkan Bukti Arkeologis

Nama-nama seperti Tanjungpura dan Bakulapura, yang disebut dalam kitab Nagarakertagama (1365) karya Mpu Prapanca dan Pararaton, bukan sekadar catatan geografis, melainkan penanda eksistensi politik dan kebudayaan Borneo dalam jejaring kerajaan-kerajaan besar di Jawa dan Nusantara kala itu. 

Tanjungpura, yang terletak di pesisir barat Kalimantan, diduga merupakan salah satu pusat peradaban awal di wilayah Dayak, yang memiliki hubungan dagang dan budaya dengan Majapahit. Sementara Bakulapura, dengan letaknya yang strategis di muara sungai besar, menunjukkan adanya entitas politik lokal yang maju.

Baca Kalimantan, Sapi Perah Republik yang Terlupakan? (In-depth reporting)

Namun sayangnya, dalam narasi sejarah nasional, wilayah dan masyarakat Dayak sering kali hanya disebut secara singkat atau dikesampingkan. Di sinilah pentingnya literasi: sebagai alat untuk menggali kembali sejarah lokal yang terserak, mengungkap peran strategis orang Dayak dalam sejarah regional, dan membangun narasi tandingan yang adil dan kontekstual. 

Literasi bukan hanya tentang membaca buku, tetapi membaca masa lalu – membaca jejak, simbol, lisan, dan artefak yang masih tersimpan di kampung-kampung Dayak hingga kini.

Revitalisasi literasi di kalangan Dayak bukan semata kegiatan akademik, melainkan sebuah misi kebudayaan. Ia menjadi medium untuk menghidupkan kembali memori kolektif, mendokumentasikan tacit knowledge, dan menumbuhkan kesadaran historis di kalangan generasi muda. 

Dengan memulihkan ingatan atas Tanjungpura dan Bakulapura dalam sejarah besar Nusantara, masyarakat Dayak tidak hanya sedang menulis ulang sejarah mereka, tetapi juga sedang merebut kembali ruang peradaban yang selama ini terpinggirkan.

Baca Who’s Destroying Borneo’s Forests? The Corporate Takeover of Dayak Lands

Borneo, atau yang lebih dikenal dengan nama Kalimantan di Indonesia, adalah sebuah pulau besar yang terletak di jantung Asia Tenggara, berbatasan dengan Malaysia, Brunei, dan Indonesia. Pulau ini memiliki sejarah panjang yang sangat kaya, yang tercermin dalam berbagai teks kuno, termasuk Pararaton dan Nagarakertagama, dua karya sastra besar dari masa kejayaan kerajaan-kerajaan Jawa. 

Dalam teks-teks ini, Borneo disebut dengan berbagai nama yang memiliki makna dan konotasi yang mencerminkan hubungan erat antara pulau ini dengan kerajaan-kerajaan besar seperti Singasari dan Majapahit.

Nama-nama seperti Tanjungpura dalam Pararaton dan Bakulapura dalam Nagarakertagama bukan hanya sekadar nama geografis, tetapi juga mencerminkan dimensi politik dan budaya yang sangat penting dalam memahami bagaimana kerajaan-kerajaan Jawa memperluas pengaruhnya hingga ke luar Jawa, termasuk ke wilayah Borneo.

Tanjungpura dalam Pararaton

Pararaton adalah sebuah karya sastra yang berasal dari abad ke-14 dan berisi cerita tentang sejarah kerajaan Singasari serta kejayaan Raja Kertanegara. 

Dalam teks ini, Borneo disebut sebagai Tanjungpura, yang menunjukkan pentingnya wilayah ini dalam konteks sejarah kerajaan Singasari. Singasari, yang berpusat di Jawa Timur, pada masa pemerintahan Raja Kertanegara memiliki ambisi besar untuk memperluas pengaruhnya ke seluruh Nusantara, termasuk ke wilayah yang jauh seperti Borneo.

Baca Ngayau (1)

Salah satu bagian yang paling terkenal dari Pararaton adalah tentang Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Gajah Mada, Mahapatih dari Majapahit yang menggantikan Singasari setelah keruntuhannya. Gajah Mada berjanji untuk tidak menikmati kenikmatan duniawi sebelum berhasil megalahkan/menundukkan (lamun huwus bukan menyatukan) seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. 

Dengan demikian, Borneo, yang dikenal dengan nama Tanjungpura, masuk dalam jangkauan cita-cita politik Majapahit dan Singasari.

Nama Tanjungpura sendiri mungkin merujuk pada wilayah dengan bentuk geografis tanjung yang terletak di ujung pulau Borneo. Hal ini juga mencerminkan karakteristik pulau yang memanjang, berbentuk seperti tanjung besar yang menghadap ke laut, dan merupakan bagian dari jalur pelayaran penting di Asia Tenggara. 

Tanjungpura dalam Pararaton menggambarkan wilayah yang memiliki hubungan dekat dengan kerajaan besar di Jawa, dan menandakan bahwa pulau ini bukan hanya sekadar tanah yang jauh, tetapi juga memiliki relevansi strategis dalam perdagangan dan politik pada masa itu.

Bakulapura dalam Nagarakertagama

Sementara itu, dalam Nagarakertagama, sebuah teks yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada abad ke-14, Borneo disebut dengan nama Bakulapura. Nama ini juga mencerminkan pentingnya pulau ini dalam dunia politik dan perdagangan pada masa Majapahit. Dalam teks tersebut, Bakulapura adalah wilayah yang dijelaskan sebagai bagian dari kerajaan Majapahit. 

Baca Naypyidaw dan IKN: Ibukota yang Gagal Dicintai

Nama Bakulapura sendiri memiliki makna yang terkait dengan kata "bakula", yang berarti tanjung, yang menggambarkan bentuk geografis pulau Borneo yang memanjang ke laut, mirip dengan sebuah tanjung.

Bakulapura mencerminkan hubungan erat antara Majapahit dan wilayah Borneo. Majapahit, yang pada masa kejayaannya menguasai hampir seluruh Nusantara, termasuk bagian-bagian dari Semenanjung Malaya dan Filipina, menjadikan Borneo sebagai wilayah penting dalam jaringan politik dan perdagangan. Borneo, dengan sumber daya alam yang melimpah, seperti hasil hutan, rempah-rempah, dan kayu, menjadi pusat perdagangan yang vital bagi Majapahit.

Selain itu, dalam konteks ini, Bakulapura juga menunjukkan peran penting Borneo dalam diplomasi kerajaan Majapahit. Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, Majapahit berusaha untuk menjalin hubungan dengan berbagai kerajaan di luar Jawa, termasuk yang ada di Borneo. 

Oleh karena itu, Borneo tidak hanya dipandang sebagai wilayah yang jauh dan terisolasi, tetapi sebagai bagian integral dari struktur kekuasaan Majapahit.

Kaitannya dengan Kerajaan Singasari dan Majapahit

Keterkaitan antara Tanjungpura/Bakulapura dengan Singasari dan Majapahit menunjukkan bagaimana kerajaan-kerajaan besar di Jawa memperluas pengaruhnya ke luar pulau Jawa. 

Singasari, yang berkuasa pada abad ke-13, adalah kerajaan yang memiliki ambisi besar untuk menguasai seluruh Nusantara. Keterlibatan Singasari di Borneo, yang tercermin dalam Pararaton, mengindikasikan bahwa kerajaan ini tidak hanya memperluas wilayahnya melalui penaklukan, tetapi juga melalui hubungan diplomatik dan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan di luar Jawa.

Setelah kejatuhan Singasari pada tahun 1292, Majapahit, yang didirikan oleh Raden Wijaya, melanjutkan ambisi besar ini. Dalam Nagarakertagama, kita melihat bahwa Majapahit berusaha untuk mengendalikan lebih banyak wilayah di luar Jawa, termasuk Borneo. 

Peningkatan pengaruh Majapahit di Borneo terlihat dari adanya hubungan perdagangan yang erat antara kedua wilayah, serta adanya kekuatan politik yang mempengaruhi kerajaan-kerajaan lokal di Borneo.

Peran Borneo dalam Jaringan Perdagangan Nusantara

Borneo memiliki peran yang sangat penting dalam jaringan perdagangan maritim Nusantara pada masa itu. Letaknya yang strategis di jalur perdagangan utama antara Asia dan kepulauan Indonesia menjadikannya sebagai titik krusial dalam penyebaran barang-barang seperti rempah-rempah, emas, dan hasil hutan lainnya. Tanjungpura dan Bakulapura sebagai nama-nama kuno yang merujuk ke Borneo menunjukkan bahwa wilayah ini sudah dikenal sejak lama oleh kerajaan-kerajaan besar seperti Singasari dan Majapahit.

Majapahit, sebagai kerajaan yang berbasis di Jawa Timur, mengembangkan sistem pelayaran yang luas dan memperkenalkan konsep "Palapa" sebagai janji untuk tidak menikmati kenikmatan duniawi sebelum berhasil menyatukan seluruh Nusantara. Ini termasuk upaya untuk menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di luar Jawa, seperti yang tercermin dalam hubungan dengan kerajaan di Borneo. 

Seiring berjalannya waktu, Borneo menjadi salah satu pusat utama perdagangan yang tidak hanya menghubungkan Jawa dengan dunia luar, tetapi juga menghubungkan berbagai pulau di Nusantara.

Borneo dalam Konteks Modern

Saat ini, Borneo (atau Kalimantan) masih menjadi bagian integral dari Indonesia, Malaysia, dan Brunei, namun warisan sejarahnya yang terkandung dalam teks-teks seperti Pararaton dan Nagarakertagama tetap memberikan gambaran tentang peran strategis pulau ini dalam sejarah Asia Tenggara. 

Baca Prof. Anhar Gonggong: Tak Satu pun Presiden Menjalankan Pancasila

Pemahaman tentang Borneo dalam konteks sejarah kerajaan-kerajaan besar seperti Singasari dan Majapahit tidak hanya memperkaya pengetahuan kita tentang masa lalu, tetapi juga mengingatkan kita tentang betapa pentingnya jaringan perdagangan dan diplomasi dalam membentuk sejarah kawasan ini.

-- Masri Sareb Putra

Riset: Tim dayaktoday.com


Daftar Pustaka

Prapanca, M. (2003). Nagarakertagama (ed. H. J. de Graaf). Leiden: Brill.

Junaidi, M. (2019). Perdagangan dan Politik Majapahit di Kalimantan. Jakarta: Pustaka Nusantara.

Stark, R. (2018). Singasari and the Politics of Expansion. Surabaya: Indonesia Heritage Press.

Frederick, J. (2020). The Role of Kalimantan in Southeast Asian Maritime Trade. Singapore: Southeast Asia Historical Journal.

Ferguson, W. (2017). Borneo and Its Kingdoms: A History of Trade and Power. Oxford: Oxford University Press.


LihatTutupKomentar