Eksploitasi Dayak Masa ke Masa (5)
Infografik berasal dari data yang dipasok. dayaktoday.com |
11.1 Kontribusi
Kalimantan terhadap Pendapatan Negara
Pulau Kalimantan menyumbang signifikan terhadap pendapatan nasional, terutama melalui sektor pertambangan (batubara, minyak dan gas), kehutanan, dan perkebunan sawit.
Baca Eksploitasi Dayak Masa ke Masa (4)
Menurut laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kalimantan
Timur menyumbang lebih dari 45% produksi batubara nasional, sementara
Kalimantan Selatan dan Tengah turut berperan besar dalam produksi hasil hutan
dan perkebunan (ESDM, 2022).
11.2 Ketimpangan
Aliran Kekayaan Kalimantan ke Pusat vs Dana yang Kembali ke Daerah
Data dari
Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor sumber daya alam di Kalimantan Timur saja
mencapai Rp 50 triliun pada tahun 2021 (DJPK, 2022). Angka ini belum termasuk
penerimaan dari ekspor sawit, hasil tambang non-migas, dan sektor kehutanan.[1]
Meskipun
menyumbang besar terhadap keuangan negara, Kalimantan hanya menerima sebagian
kecil dari dana tersebut dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Yang paling mengenaskan adalah fakta
bahwa sebagian besar DBH tidak mencerminkan nilai kekayaan yang diambil dari
daerah.
Baca Eksploitasi Dayak Masa ke Masa (3)
Berikut adalah
tabel yang menunjukkan ketimpangan aliran kekayaan dari Kalimantan ke pusat dan
dana yang kembali ke daerah:
Aspek |
Nilai/Informasi |
Keterangan |
Kontribusi
Kalimantan ke APBN |
Rp 50 triliun
(dari Kalimantan Timur saja - 2021) |
PNBP sektor SDA:
batubara, migas, kehutanan (DJPK, 2022) |
Persentase
kekayaan yang disetor |
100% |
Semua penerimaan
disetor ke kas negara di pusat |
Dana yang
kembali ke daerah |
Hanya 20–30% |
Dalam bentuk
DAU, DAK, dan DBH (INDEF, 2021) |
Yang tersedot ke
pusat |
70–80% |
Dana dipakai
untuk pembangunan wilayah lain, terutama Jawa |
Produksi
Batubara Nasional |
45% berasal dari
Kalimantan Timur |
Kontribusi
terbesar di Indonesia (ESDM, 2022) |
Belanja
pembangunan per kapita |
Lebih rendah
dibanding Jawa |
Data Litbang
Kompas, 2022 |
Dampak |
Infrastruktur
tertinggal, kemiskinan struktural, tuntutan federalisme |
Kompas (2022) |
11.4 Ketimpangan
Fiskal Struktural
Ketimpangan fiskal ini telah menimbulkan ketidakadilan struktural yang berkelanjutan. Kalimantan menjadi "sapi perah republik" karena menjadi penyumbang besar APBN tanpa mendapatkan balasan yang adil dari pusat (Kompas, 2022).
Baca Eksploitasi Dayak Masa ke Masa (2)
Kajian Litbang Kompas (2022) juga menunjukkan bahwa
belanja pembangunan per kapita di Kalimantan jauh lebih rendah dibandingkan
dengan provinsi-provinsi di Jawa, meskipun Kalimantan adalah daerah penghasil
utama sumber daya alam.
(Cornelis / Masri)
[1] Ketimpangan ekonomi-sosial ini, dalam teori disebut “Paretto” 80 :
20. Kalimantan memberi kontribusi 80% pada Negara, namun Negara
mengembalikannya 20%. Teori
Pareto, yang dikenal dengan prinsip 80:20, pertama kali dikemukakan oleh ekonom
Italia Vilfredo Pareto pada akhir abad ke-19. Prinsip ini menyatakan bahwa,
dalam banyak kasus, sekitar 80% dari hasil atau dampak berasal dari 20% dari
penyebab atau faktor yang ada. Dalam konteks ekonomi, ini sering digunakan
untuk menggambarkan ketimpangan distribusi, di mana sebagian kecil populasi
atau faktor (misalnya 20%) menguasai sebagian besar kekayaan atau hasil
(misalnya 80%).
Baca Eksploitasi Dayak Masa ke Masa (1)
Sebagai contoh, dalam konteks pendapatan atau kekayaan, teori Pareto dapat menjelaskan bahwa sebagian kecil orang (20%) menguasai sebagian besar kekayaan (80%). Teori ini juga diterapkan dalam banyak bidang lain, seperti manajemen, penjualan, dan distribusi sumber daya, untuk menunjukkan ketidakseimbangan antara input dan output. Meskipun angka 80:20 tidak selalu tepat, prinsip ini menggambarkan pola ketimpangan yang sering muncul dalam berbagai fenomena sosial dan ekonomi.
(BERSAMBUNG)