Moratorium Transmigrasi di Kalimantan : Evaluasi Kebijakan demi Keadilan Sosial dan Harmoni Masyarakat Adat

Transmigrasi, moratorium transmigrasi, ketidakadilan sosial, Aliansi Ormas Landak

 

Massa demo, menolak dengan keras Transmigrasi di Kalimantan. Demo di Landak
Massa demo, menolak dengan keras Transmigrasi di Kalimantan. Demo di Landak. Ist.

Tim Dayaktoday.com

Tanggal rilis: 20 Juli 2025


Abstrak

Program transmigrasi di Kalimantan telah menjadi isu kontroversial, terutama terkait ketimpangan sosial dan potensi konflik antara masyarakat adat Dayak dan para transmigran. Tulisan ini menganalisis urgensi moratorium transmigrasi sebagaimana diusulkan oleh Dr. Agustin Teras Narang, dengan fokus pada empat prinsip utama: keadilan, kepastian hukum, kemanfaatan, dan kesejahteraan (4K). Berdasarkan wawancara, dokumen resmi, serta literatur akademik dan media, ditemukan bahwa transmigrasi telah menyebabkan marginalisasi masyarakat adat, ketimpangan dalam akses lahan, serta ancaman terhadap harmoni sosial. 

Moratorium dinilai sebagai langkah strategis untuk mengevaluasi kembali kebijakan secara menyeluruh dan merekomendasikan pendekatan baru yang lebih inklusif dan berkeadilan.


1. Pendahuluan

Program transmigrasi, yang awalnya bertujuan untuk pemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan, kini menghadapi resistensi kuat di Kalimantan; khususnya dari masyarakat adat Dayak. 

Baca Moratorium Transmigrasi: Teras Narang Dorong Evaluasi Total demi Keadilan Sosial di Kalimantan

Dr. Agustin Teras Narang, mantan Gubernur Kalimantan Tengah (2005–2015), menyerukan moratorium transmigrasi guna meninjau ulang dampaknya terhadap keadilan sosial dan struktur masyarakat lokal.

Penelitian ini berusaha menggali dampak sosial, hukum, dan lingkungan dari program transmigrasi, sekaligus mengevaluasi urgensi moratorium dan merekomendasikan arah baru bagi kebijakan transmigrasi nasional.

 

1.1 Latar Belakang

Transmigrasi, yang telah berlangsung sejak masa kolonial Belanda dan diperluas pasca-kemerdekaan Indonesia, dimaksudkan untuk mengurangi kepadatan penduduk di Pulau Jawa serta mendorong pembangunan di wilayah luar. Namun di Kalimantan, implementasinya menimbulkan persoalan serius—terutama dalam hal ketimpangan akses lahan dan pengabaian hak-hak masyarakat adat.

Baca Leo Kumbang Tegaskan Sikap Inklusif di Tengah Demonstrasi di Landak

Penolakan dari masyarakat Dayak, yang tercermin dalam aksi-aksi massa dan pernyataan publik, menandakan bahwa transmigrasi dipandang sebagai bentuk "imperialisme baru" yang mengancam eksistensi dan kedaulatan masyarakat lokal atas wilayah adatnya.


1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

  • Menganalisis dampak sosial, hukum, dan lingkungan dari program transmigrasi di Kalimantan.
  • Mengevaluasi urgensi moratorium transmigrasi berdasarkan prinsip 4K: keadilan, kepastian hukum, kemanfaatan, dan kesejahteraan.
  • Memberikan rekomendasi kebijakan untuk revitalisasi transmigrasi yang lebih adil, partisipatif, dan berkelanjutan.

 

2. Metodologi

Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Teknik pengumpulan data meliputi:

  • Wawancara mendalam dengan tokoh adat, aktivis, dan pemangku kebijakan, termasuk Dr. Agustin Teras Narang dan Lasarus.
  • Analisis dokumen kebijakan transmigrasi, laporan pemerintah, serta pemberitaan media seperti Dayak Today (19 Juli 2025).
  • Kajian literatur dari jurnal akademik dan laporan organisasi masyarakat sipil.

Data dianalisis secara tematik berdasarkan kerangka 4-K. Validitas diperkuat melalui triangulasi data dan diskusi kelompok terfokus (FGD) bersama perwakilan masyarakat adat.

 

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Ketimpangan Sosial dan Hukum

Transmigrasi di Kalimantan menyebabkan ketimpangan signifikan dalam akses dan legalitas lahan. Masyarakat adat Dayak, meskipun menguasai lahan secara turun-temurun, seringkali tidak memiliki sertifikat hukum, sementara para transmigran memperoleh lahan secara legal melalui program negara.

Baca Alasan Penduduk Asli Kalimantan Menolak Keras Program Transmigrasi: 10 Keburukan Banding 1 Kebaikan

Kondisi ini menimbulkan sentimen bahwa negara lebih berpihak kepada pendatang.

Tabel 1. Ketimpangan Akses Lahan di Wilayah Transmigrasi Kalimantan

Kelompok

Akses Sertifikasi Lahan

Dukungan Negara

Masyarakat Adat

Rendah (±10%)

Minim

Transmigran

Tinggi (±85%)

Tinggi (sertifikasi gratis)

 

3.2 Potensi Konflik Sosial

Ketimpangan ini memperbesar potensi konflik horizontal. Penolakan terbuka dari Aliansi Ormas Landak dan kelompok "Dayak Tolak Transmigrasi" mencerminkan krisis kepercayaan terhadap negara. Tanpa intervensi kebijakan, ketegangan sosial ini dapat bereskalasi menjadi konflik terbuka.

 

3.3 Dampak Lingkungan dan Keberlanjutan

Transmigrasi turut menyebabkan deforestasi, degradasi lahan, dan terganggunya ekosistem yang menjadi basis kehidupan masyarakat adat. 

Studi oleh [nama sumber] mencatat hilangnya hingga 15% tutupan hutan di beberapa kawasan transmigrasi antara tahun 2000–2015. Hal ini memperburuk ketimpangan dan meminggirkan masyarakat adat dari sumber penghidupan utama mereka.

 

3.4 Evaluasi Berdasarkan Prinsip 4K

  1. Keadilan: Program transmigrasi cenderung mengabaikan hak masyarakat adat dan tidak mendistribusikan manfaat secara setara.
  2. Kepastian Hukum: Tanah adat tidak diakui secara formal, menimbulkan ketidakpastian hukum.
  3. Kemanfaatan: Lebih banyak dirasakan oleh transmigran daripada masyarakat lokal.
  4. Kesejahteraan: Menurun akibat kehilangan akses terhadap hutan, tanah, dan sumber daya alam.

 

4. Kesimpulan

  1. Transmigrasi di Kalimantan menimbulkan dampak serius: ketimpangan sosial, ketidakadilan hukum, konflik sosial, serta degradasi lingkungan. 
  2. Moratorium yang diusulkan oleh Dr. Agustin Teras Narang adalah langkah mendesak untuk menghentikan sejenak program transmigrasi dan mengevaluasi kembali kebijakan tersebut secara menyeluruh. 
  3. Diperlukan pendekatan baru yang menempatkan keadilan sosial, hak masyarakat adat, dan kelestarian lingkungan sebagai pilar utama.

 

5. Rekomendasi Kebijakan

  1. Moratorium Transmigrasi: Hentikan sementara program transmigrasi untuk evaluasi berbasis prinsip 4K.
  2. Kebijakan Afirmatif: Prioritaskan sertifikasi tanah adat dan pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal.
  3. Pelibatan Masyarakat Adat: Libatkan mereka dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan kebijakan transmigrasi.
  4. Mitigasi Lingkungan: Terapkan tata kelola lahan yang lestari dan berbasis kearifan lokal.
  5. Reformasi Kebijakan Transmigrasi: Desain ulang program transmigrasi agar lebih inklusif, adil, dan kontekstual terhadap realitas sosial dan ekologis Kalimantan.

 

Daftar Pustaka

  • Narang, A.T. (2025). Laman Facebook
  • Lasarus - Laman Facebook
  • Dayak Today. “Aliansi Landak Tolak Transmigrasi.” 19 Juli 2025.
  • Landakpost

 

LihatTutupKomentar